Teruntukmu, kekasih yang jauh disana....
malam dingin ini aku berdiang
mengkukupkan dua kaki yang legam ditempa matahari siang bolong
aku yang mengkukupkan kaki sampai kepala
hangat itu ada, abadi dan kekal
ia diam menunggu sampai ada angin datang kepadanya
angin itu baik tetapi ada saatnya ia menjadi tidak baik
itu baru prolog
tadi pagi, riak sungai menghantarku pada suatu pikiran
yaitu dirimu
ia yang bernyanyi-nyanyi mengisahkan dirimu yang jauh disana
ujarnya kau baik-baik saja, lagi ramah dengan kawan sepermainanmu
ah, aku lega mendengar kabar-kabarmu
pulang-pulang ku tersenyum girang manis macam anak kecil mendapat manisan
aku kabarkan juga pada ibuku
ujarnya, lelaki yang baik hati tidak akan mengkhianati cintanya
itu dulu, sekarang?
kini, aku tak pernah tahu apa dirimu ada atau tiada
yang perempuan ingin segera pergi menemui riak sungai
tetapi, malahan tanganku dijerat, kakiku di kerangkeng oleh lelaki itu
kurang ajar!
aku ingin bertemu kekasihku
jangan pernah kau halangi aku
tetes airmataku sudah jatuh berjatuhan
dengan tenaga seadanya aku pergi ke sungai
lambaian tanganku berat
aku kabarkan kepada riak sungai kisahku ini
tapi kali ini ia diam
mengapa harus diam?
tanyaku sekali lagi kenapa harus diam?
aku teriak, aku pukul air air itu
hari itu adalah hari dimana aku menjadi orang yang paling malang di dunia ini
sekarang yang ku tulis ini adalah aku yang kesepian lagi malang nasibnya
kerjanya duduk di tepi jendela menatap keluar dengan sendu
lagi, setan alas itu datang, dia menatap tajam ke arahku, tangannya mencengkram buku ini, satu-satunya kenangan yang ku dapat darimu
ku peluk erat kenangan ini seraya ku pukulkan ke badannya
dia yang kesakitan, mengaduh, sembari mencengkram tanganku kuat
sungguh ini bukan bahagia, sayang!
mengapa aku bisa ada sampai saat ini?
taukah kau, dia yang ku anggap setan alas itu
selalu menyelimutiku dengan tangan yang besar
tapi, aku menepisnya, selalu hampir tiap malam terjadi
jujur, dari hati terdalam. aku tak pernah meminta untuk dilahirkan di dunia ini
seandainya, apabila kau yang melakukannya, tak pernah ku tepis
setan alas itu diam-diam membuang seluruh kenanganku padamu
hanya buku ini yang tersisa masih ada
oh, kekasihku
kemanakah kau?
pergi entah kemanakah kau?
yang aku rindu setiap malam?
sampai bantalku basah hampir setiap malam
aku selalu mencuri waktu pergi ke arah riak-riak sungai
sembari mencari tahu apa kabarmu
tapi riak sungai diam pun juga
sayang, menurutmu aku harus menyerah mendapatkanmu?
masih ku ingat, kau kecup keningku yang malang ini
masih ku simpan hatimu dalam hatiku
masih ku rekam seluruh kenanganmu dalam otakku dengan jelas
apa perlu ragu ku tukar dengan ciuman hangat kepada lain orang?
dalam raum-raum hangat malam ini
sungguh, aku merindukanmu, kekasihku
malam dingin ini aku berdiang
mengkukupkan dua kaki yang legam ditempa matahari siang bolong
aku yang mengkukupkan kaki sampai kepala
hangat itu ada, abadi dan kekal
ia diam menunggu sampai ada angin datang kepadanya
angin itu baik tetapi ada saatnya ia menjadi tidak baik
itu baru prolog
tadi pagi, riak sungai menghantarku pada suatu pikiran
yaitu dirimu
ia yang bernyanyi-nyanyi mengisahkan dirimu yang jauh disana
ujarnya kau baik-baik saja, lagi ramah dengan kawan sepermainanmu
ah, aku lega mendengar kabar-kabarmu
pulang-pulang ku tersenyum girang manis macam anak kecil mendapat manisan
aku kabarkan juga pada ibuku
ujarnya, lelaki yang baik hati tidak akan mengkhianati cintanya
itu dulu, sekarang?
kini, aku tak pernah tahu apa dirimu ada atau tiada
yang perempuan ingin segera pergi menemui riak sungai
tetapi, malahan tanganku dijerat, kakiku di kerangkeng oleh lelaki itu
kurang ajar!
aku ingin bertemu kekasihku
jangan pernah kau halangi aku
tetes airmataku sudah jatuh berjatuhan
dengan tenaga seadanya aku pergi ke sungai
lambaian tanganku berat
aku kabarkan kepada riak sungai kisahku ini
tapi kali ini ia diam
mengapa harus diam?
tanyaku sekali lagi kenapa harus diam?
aku teriak, aku pukul air air itu
hari itu adalah hari dimana aku menjadi orang yang paling malang di dunia ini
sekarang yang ku tulis ini adalah aku yang kesepian lagi malang nasibnya
kerjanya duduk di tepi jendela menatap keluar dengan sendu
lagi, setan alas itu datang, dia menatap tajam ke arahku, tangannya mencengkram buku ini, satu-satunya kenangan yang ku dapat darimu
ku peluk erat kenangan ini seraya ku pukulkan ke badannya
dia yang kesakitan, mengaduh, sembari mencengkram tanganku kuat
sungguh ini bukan bahagia, sayang!
mengapa aku bisa ada sampai saat ini?
taukah kau, dia yang ku anggap setan alas itu
selalu menyelimutiku dengan tangan yang besar
tapi, aku menepisnya, selalu hampir tiap malam terjadi
jujur, dari hati terdalam. aku tak pernah meminta untuk dilahirkan di dunia ini
seandainya, apabila kau yang melakukannya, tak pernah ku tepis
setan alas itu diam-diam membuang seluruh kenanganku padamu
hanya buku ini yang tersisa masih ada
oh, kekasihku
kemanakah kau?
pergi entah kemanakah kau?
yang aku rindu setiap malam?
sampai bantalku basah hampir setiap malam
aku selalu mencuri waktu pergi ke arah riak-riak sungai
sembari mencari tahu apa kabarmu
tapi riak sungai diam pun juga
sayang, menurutmu aku harus menyerah mendapatkanmu?
masih ku ingat, kau kecup keningku yang malang ini
masih ku simpan hatimu dalam hatiku
masih ku rekam seluruh kenanganmu dalam otakku dengan jelas
apa perlu ragu ku tukar dengan ciuman hangat kepada lain orang?
dalam raum-raum hangat malam ini
sungguh, aku merindukanmu, kekasihku
Ada yang galau :))
ReplyDeleteTerbawa angin menantikan tubuh itu
ReplyDelete