"Aku akan kembali ke Indonesia"
Saat aku buka layar handphoneku muncullah pesan itu. Sudah lama Ia tidak menghubungi sejak Ia tahu aku menjalin cinta dengan orang lain, bukan orang lain tepatnya kakak kandungnya sendiri.
"Kamu mau makan apa?" ujar kekasihku
Namun aku terus diam, hening, mataku mulai kosong. Ya, aku sedang mengorek kenangan itu. Saat-saat aku menjadi bahagia berada di belakang jok motornya sambil memeluk erat agar tidak jatuh ditiup angin malam yang nakal.
"Sayang... kamu mau makan apa?" ujarnya sekali lagi
Aku pun tersadar. Lalu menjawab dengan kata "apa saja".
Lalu mataku menelusuri lagi kenangan itu. Saat itu, Ia yang terlambat ke acara jamuan makan malam keluarganya. Ia yang menerjang macet, kotor, debu, polusi di tengah ibukota Jakarta hanya untuk menemui aku. Dengan kemeja batik lengan panjang, celana bahan hitam dan sepatu pantoevelnya serta rambutnya yang sebahu itu. Ia masuk ke ruangan, namun yang di dapatinya aku malah asyik berdua dengan kakak kandungnya. Saat makanan penutup dihidangkan, Ia datang. Aku pun memilih untuk mengakhirinya dan menghampirinya. Menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemariku. Menarik kemeja batiknya agar tidak kusut. Malam itu, Ia tetap memanggilku "cantik" dan aku tersenyum malu. Tanpa aku sadari aku memeluk tangannya, sesenang itu. Saat itu pula aku yang memakai dress panjang kesukaanku dan flatshoes itu memilih pulang dibonceng olehnya daripada harus diantar dengan mobil.
"Kamu mikirin apa sih?" ujarnya sambil menyentuh bahuku
"Aku engga mikirin apa-apa kok." ujarku
"Kamu serius kan? Kalau ada apa apa cerita ya!" katanya
Saat itu ku pandang dari jauh ada yang berseri wajahnya. Ya dia yang sekarang menjadi kekasihku. Dengan berbagai cara yang terkesan norak untuk mendekati seorang wanita. Ia pun memandangi aku dan Ia. Ia pun melingkarkan tangannya di pinggangku seakan kami sudah sangat dekat. Namun, aku hanya bisa tersenyum manis. Ia mengajakku untuk pulang bersamanya menaikki mobil kesayangannya namun aku menolak. Ia pun membiarkan hal itu terjadi. Ya sudahlah, mungkin Ia tak sadar.
"Sayang.. Aku sepertinya akan ke Singapore untuk beberapa waktu." ujarnya setelah sampai di rumah
"Iya? Ya sudahlah." ujarku
"Nanti aku terus hubungi kamu. Tenang saja ya" sembari tersenyum dan membelai rambutku dengan halus
Pertemuaan malam itu merupakan awal dari cerita cinta kami yang rumit. Malam-malam selanjutnya berjalan sampai akhirnya Ia memutuskan untuk membicarakan kepergiannya ke luar negeri. Ingin bersekolah lagi ujarnya. Saat itu pula, aku tak menaruh curiga apapun dan aku membiarkannya pergi. Tanpa tangisan. Tanpa kata-kata sedih. Saat itu, aku sulit berpikir jernih. Mungkin aku sudah menemukan yang akan menggantikannya hingga hari ini.
Itulah awal, mengapa kami berpisah. Akhirnya, aku mengerti. Ia memilih mundur untuk kakaknya yang lebih bisa membawaku sampai hari ini.
"Kalau kamu males tidur sendirian di rumah, tidur saja di rumah mami ya" dan mengecup keningku lalu pergi.
"Iya. Hati-hati ya" ujarku
Saat aku pergi ke rumah mami, aku menemukan sosok yang selama ini menghantuiku. Dia, tidak berubah. Ya sesederhana itu.
"Hai.. Gimana rasanya jadi pengantin baru?" ujarnya santai
Aku pun duduk di sebelahnya. Saat itu hanya aku dan dia
"Begitulah. Sekarang Ia pergi ke Singapore. Susah menjadi istri seorang atasan seorang CEO perusahaan audit terkenal" ujarku.
Rasanya saat itu aku sangat senang. Ya sesenang itu.
"Aku bakal tinggal di Indonesia nih. Kamu tahu kan rumah sebelah? Itu akan jadi rumah sekaligus studio lukisku. Kalau kamu kesepian, coba aja datang deh." ujarnya menawarkan diri
"Baik amat sih kamu.. Terima kasih ya." aku tersenyum dengan lebar sekali.
Senyum manisnya belum hilang. Sampai saat itu, sepanjang hari aku ditemani olehnya.
"Sayang.. Selamat malam.. kamu lagi ngapain?" yang jauh disana memilih untuk menelpon ku
"Halo.. Iya, aku lagi makan. Kamu lagi apa? Kamu pulang besok ya?"
"Habis makan. Aku mau lanjut tidur. Kamu jangan lupa istirahat. Besok kita ketemu ya. Kamu mau minta dibawakan apa dari sini?" nadanya sangat riang
"Gak usah kok. Gapapa lagi santai aja. Terima kasih banyak ya. Selamat tidur, sayang" ujarku
Namun malam itu aku tidak tidur. Aku mengobrol dengan dia. Saat itu mungkin malam milik kami.
"Kamu sudah punya pacar?" saat itu aku malah bertanya hal itu
"Belum." sesingkat itu jawabnya
"Kenapa?"
"Aku masih suka ingat sama kamu. Rasanya ya gitu. Kalau bisa dimiliki kenapa tidak?" selantang itu Ia berbicara
Aku pun terlelap tepat disebelahnya sambil memegang tangannya.
Sesederhana Ia mengantarku untuk kembali ke rumah dengan menggunakan motor kesayangannya. Ia memilih untuk mengajar lagi di tempat dulu Ia pernah mengajar. Kenyataan pun menghadang. Aku bukan miliknya lagi
"Hati-hati ya. Terima kasih"
"Sama-sama. Kamu juga. Jaga kesehatan"
Aku tahu. Tapi hatiku tak dapat berbohong aku sayang sama kamu. Aku rindu akan kesederhanaan kamu. Dengan hal itu yang membuat aku senyaman ini.
Sabtu malam pun tiba, mami mengajak seluruh keluarga untuk makan malam. Tak terkecuali aku diundang. Ia pun juga. Namun, di dalam meja itu ada wanita muda lain yang ku kenal. Cesil namanya. Aku sedih, sebentar lagi Ia jadi milik orang lain. Namun, Ia malah menatapku terus-terusan. Sial juga. Akan tetapi, dibalik gembira itu. Ada sesuatu yang membuat aku harus terperanjat saat kekasihku dipanggil oleh ibundanya yang tersayang. Aku pun berusaha mengikuti mereka.
"Mami merasa kamu kurang cocok deh sama Alika. Kamu lebih cocok sama Cesil." maminya berkata
"Mam.. aku sudah bilang berapa kali aku sayang banget sama Alika. Aku gak mungkin akan lepasin Alika demi Cesil. Mami tahu kan jatuh bangun aku deketin Alika?" ujar kekasihku
Aku syok. Di belakangku ternyata ada dia. Mengajakku ke tempat lain.
"Kamu mungkin tahu. Kalau dia bolak balik Singapore untuk..." terputuslah pembicaraan kita saat itu
terdengar suara nyaring "AKU TETAP AKAN MEMPERTAHANKAN AKU DAN ALIKA. AKU GAK PEDULI" "KALIAN LAGI NGAPAIN DISITU? AYO PULANG!" Tanganku ditarik dan aku pergi
Entah apa yang merasukiku tapi aku pilu
"Kamu kalau mau pisah ya engga apa.." ujarku
Dia memelukku sambil berkata "aku akan mempertahankan kita"
-bersambung-
Saat aku buka layar handphoneku muncullah pesan itu. Sudah lama Ia tidak menghubungi sejak Ia tahu aku menjalin cinta dengan orang lain, bukan orang lain tepatnya kakak kandungnya sendiri.
"Kamu mau makan apa?" ujar kekasihku
Namun aku terus diam, hening, mataku mulai kosong. Ya, aku sedang mengorek kenangan itu. Saat-saat aku menjadi bahagia berada di belakang jok motornya sambil memeluk erat agar tidak jatuh ditiup angin malam yang nakal.
"Sayang... kamu mau makan apa?" ujarnya sekali lagi
Aku pun tersadar. Lalu menjawab dengan kata "apa saja".
Lalu mataku menelusuri lagi kenangan itu. Saat itu, Ia yang terlambat ke acara jamuan makan malam keluarganya. Ia yang menerjang macet, kotor, debu, polusi di tengah ibukota Jakarta hanya untuk menemui aku. Dengan kemeja batik lengan panjang, celana bahan hitam dan sepatu pantoevelnya serta rambutnya yang sebahu itu. Ia masuk ke ruangan, namun yang di dapatinya aku malah asyik berdua dengan kakak kandungnya. Saat makanan penutup dihidangkan, Ia datang. Aku pun memilih untuk mengakhirinya dan menghampirinya. Menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemariku. Menarik kemeja batiknya agar tidak kusut. Malam itu, Ia tetap memanggilku "cantik" dan aku tersenyum malu. Tanpa aku sadari aku memeluk tangannya, sesenang itu. Saat itu pula aku yang memakai dress panjang kesukaanku dan flatshoes itu memilih pulang dibonceng olehnya daripada harus diantar dengan mobil.
"Kamu mikirin apa sih?" ujarnya sambil menyentuh bahuku
"Aku engga mikirin apa-apa kok." ujarku
"Kamu serius kan? Kalau ada apa apa cerita ya!" katanya
Saat itu ku pandang dari jauh ada yang berseri wajahnya. Ya dia yang sekarang menjadi kekasihku. Dengan berbagai cara yang terkesan norak untuk mendekati seorang wanita. Ia pun memandangi aku dan Ia. Ia pun melingkarkan tangannya di pinggangku seakan kami sudah sangat dekat. Namun, aku hanya bisa tersenyum manis. Ia mengajakku untuk pulang bersamanya menaikki mobil kesayangannya namun aku menolak. Ia pun membiarkan hal itu terjadi. Ya sudahlah, mungkin Ia tak sadar.
"Sayang.. Aku sepertinya akan ke Singapore untuk beberapa waktu." ujarnya setelah sampai di rumah
"Iya? Ya sudahlah." ujarku
"Nanti aku terus hubungi kamu. Tenang saja ya" sembari tersenyum dan membelai rambutku dengan halus
Pertemuaan malam itu merupakan awal dari cerita cinta kami yang rumit. Malam-malam selanjutnya berjalan sampai akhirnya Ia memutuskan untuk membicarakan kepergiannya ke luar negeri. Ingin bersekolah lagi ujarnya. Saat itu pula, aku tak menaruh curiga apapun dan aku membiarkannya pergi. Tanpa tangisan. Tanpa kata-kata sedih. Saat itu, aku sulit berpikir jernih. Mungkin aku sudah menemukan yang akan menggantikannya hingga hari ini.
Itulah awal, mengapa kami berpisah. Akhirnya, aku mengerti. Ia memilih mundur untuk kakaknya yang lebih bisa membawaku sampai hari ini.
"Kalau kamu males tidur sendirian di rumah, tidur saja di rumah mami ya" dan mengecup keningku lalu pergi.
"Iya. Hati-hati ya" ujarku
Saat aku pergi ke rumah mami, aku menemukan sosok yang selama ini menghantuiku. Dia, tidak berubah. Ya sesederhana itu.
"Hai.. Gimana rasanya jadi pengantin baru?" ujarnya santai
Aku pun duduk di sebelahnya. Saat itu hanya aku dan dia
"Begitulah. Sekarang Ia pergi ke Singapore. Susah menjadi istri seorang atasan seorang CEO perusahaan audit terkenal" ujarku.
Rasanya saat itu aku sangat senang. Ya sesenang itu.
"Aku bakal tinggal di Indonesia nih. Kamu tahu kan rumah sebelah? Itu akan jadi rumah sekaligus studio lukisku. Kalau kamu kesepian, coba aja datang deh." ujarnya menawarkan diri
"Baik amat sih kamu.. Terima kasih ya." aku tersenyum dengan lebar sekali.
Senyum manisnya belum hilang. Sampai saat itu, sepanjang hari aku ditemani olehnya.
"Sayang.. Selamat malam.. kamu lagi ngapain?" yang jauh disana memilih untuk menelpon ku
"Halo.. Iya, aku lagi makan. Kamu lagi apa? Kamu pulang besok ya?"
"Habis makan. Aku mau lanjut tidur. Kamu jangan lupa istirahat. Besok kita ketemu ya. Kamu mau minta dibawakan apa dari sini?" nadanya sangat riang
"Gak usah kok. Gapapa lagi santai aja. Terima kasih banyak ya. Selamat tidur, sayang" ujarku
Namun malam itu aku tidak tidur. Aku mengobrol dengan dia. Saat itu mungkin malam milik kami.
"Kamu sudah punya pacar?" saat itu aku malah bertanya hal itu
"Belum." sesingkat itu jawabnya
"Kenapa?"
"Aku masih suka ingat sama kamu. Rasanya ya gitu. Kalau bisa dimiliki kenapa tidak?" selantang itu Ia berbicara
Aku pun terlelap tepat disebelahnya sambil memegang tangannya.
Sesederhana Ia mengantarku untuk kembali ke rumah dengan menggunakan motor kesayangannya. Ia memilih untuk mengajar lagi di tempat dulu Ia pernah mengajar. Kenyataan pun menghadang. Aku bukan miliknya lagi
"Hati-hati ya. Terima kasih"
"Sama-sama. Kamu juga. Jaga kesehatan"
Aku tahu. Tapi hatiku tak dapat berbohong aku sayang sama kamu. Aku rindu akan kesederhanaan kamu. Dengan hal itu yang membuat aku senyaman ini.
Sabtu malam pun tiba, mami mengajak seluruh keluarga untuk makan malam. Tak terkecuali aku diundang. Ia pun juga. Namun, di dalam meja itu ada wanita muda lain yang ku kenal. Cesil namanya. Aku sedih, sebentar lagi Ia jadi milik orang lain. Namun, Ia malah menatapku terus-terusan. Sial juga. Akan tetapi, dibalik gembira itu. Ada sesuatu yang membuat aku harus terperanjat saat kekasihku dipanggil oleh ibundanya yang tersayang. Aku pun berusaha mengikuti mereka.
"Mami merasa kamu kurang cocok deh sama Alika. Kamu lebih cocok sama Cesil." maminya berkata
"Mam.. aku sudah bilang berapa kali aku sayang banget sama Alika. Aku gak mungkin akan lepasin Alika demi Cesil. Mami tahu kan jatuh bangun aku deketin Alika?" ujar kekasihku
Aku syok. Di belakangku ternyata ada dia. Mengajakku ke tempat lain.
"Kamu mungkin tahu. Kalau dia bolak balik Singapore untuk..." terputuslah pembicaraan kita saat itu
terdengar suara nyaring "AKU TETAP AKAN MEMPERTAHANKAN AKU DAN ALIKA. AKU GAK PEDULI" "KALIAN LAGI NGAPAIN DISITU? AYO PULANG!" Tanganku ditarik dan aku pergi
Entah apa yang merasukiku tapi aku pilu
"Kamu kalau mau pisah ya engga apa.." ujarku
Dia memelukku sambil berkata "aku akan mempertahankan kita"
-bersambung-
Comments
Post a Comment