Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2015

Aku (tunggu) kamu

Kalau ku sampaikan Tatkala mulut dan hati Bertentangan Emosi dan logika itu tak pernah bersatu Aku mengingatmu Dalam malam panjang ini Dalam dingin malam ini Dalam segala kepekatan yang ada Aku menginginkanmu Merasakan hangatmu Kemarilah! Aku butuh kamu Hanya aku ingat Kita tak bersama Kita berpisah Jauh didasar terdalam Tetapi... Aku tak dapat membohongi segala rasa Masih ada hasrat menginginimu Jangan kau lepas janjimu Dalam gelap ini Aku terbaring terkulai lemas Bermandikan air mata kesedihan Ya, kau tau mungkin maksudku apa? Apa kau tahu? Aku mendoakanmu dalam hati Sembari menangis dari lubuk terdalam! Takkan berdusta aku! Aku tahu egoku menang Hanya memuaskan hasrat sebentar Aku memutuskan selamanya Aku sesali ini Jadi Apa kamu mau kembali? Terserah padamu Jangan tanyakan aku, tanyakan pada dirimu! Tunggulah aku Di Lempuyanganwangi atau Tugu Di Tahun 2017 Aku pasti datang! Percayalah Aku bukan pendusta

Petang

Dikala petang Antara siang dan malam Antara terang dan gelap Antara hidup atau mati Kau adalah teman cakrawala Bulat utuh Pelan pelan menjadi setengah lingkaran Menenggelamkan diriku Berganti rupa  Kuning Hingga bersemburat Merah jingga Kini yang tersisa Hanyalah terang yang kau pinjamkan pada bulan Perasaan tentang matahari yang kau tenggelamkan Kau hanyalah sebagian dari perasaan masalaluku Perasaan para orang yang menanti Menantikan sendu malam Menantikan orang orang penganut kehidupan malam Aku sang gadis Menantimu juga duduk di taman Segala petang merah jingga Bisakah engkau memenuhi hatiku?

Penumbra

Kali ini saya akan menepati janji saya mengenai penumbra Kenapa saya lagi suka sama umbra maupun penumbra? menurut Wikipedia : Penumbra adalah bayangan kabur yang terjadi pada saat gerhana atau terjadinya bayangan pada benda gelap (tidak tembus pandang) bulan . Tidak tembus pandang artinya adalah bayang-bayang bulan atau bulan semu. Sama seperti saya, semu adanya tak nyata dalam dunia fana ini. Hilang sejenak dua jenak barang. Mungkin jiwa-jiwa kita juga, hanya berbungkus tulang dan kulit dan tak lama akan menjadi fana.  Mungkin hidup kita. Semua kesenangan kita semua hanyalah bayangan kabur. Lihatlah, memang detik bisa diulang? Terserah yang menciptakan, Penumbra adalah kita. Kita adalah bulan. Kita adalah satelit. Kita adalah pengikut. Kita adalah penghuni alam semesta yang tak terkira. Biarlah, hanya yang mencipta yang tahu inginnya skenarionya seperti apa. Karena kita adalah penumbra. Bayangan kabur 

Tentang Siapa

Tak bisa saya sebutkan satu satu. Karena terlalu banyak yang menginspirasi saya. Termasuk orang-orang yang berada di jalan raya, jalan kecil yang suka saya lalui. Mungkin saja semua orang yang singgah, datang dan mampir sebentar dua bentar untuk melanjutkan perjalanan mencari keabadiaan. Seperti kata pujangga kesukaan saya -Sapardi Djoko Darmono- "Waktu yang fana, kita yang abadi" Seperti "kita" "kita" yang lainnya, begitulah aku juga maklum adanya. Sama seperti yang selalu datang dalam kehidupan sosial seperti teman, sahabat, musuh. Ya sejenisnya. Hal yang sama saya rasakan perpindahan raga ini dari kota kecil ke kota besar. Ke Metropolitan yang kata orang lebih kejam daripada ibu tiri. Bangun jam 5 pagi demi sekolah sangat manusiawi agar tidak terjebak dalam kendaran menumpuk yang penuh dengan masalahnya masing-masing. Ya semuanya, semuanya siapa-siapa-siapa yang ada di dunia ini. Sampai kau yang membaca karangan ini. Sampai di Jakarta, bulan pun...

Selendang Para Bidadari

Langit biru. Bersenandung ria kecil kecilan Terduduk diam di atas bebatuan besar sembari menatap riak riak sungai yang menari. Membasuh diriku dalam banyu putih yang bersih Berlilitkan kain batik peninggalan eyang "Ningsih..." "Ah ya.. Mas.."  Aku membalikkan badan sambil membetulkan kainku "Sedang apa?" "Duduk mas."  "Kemari sini" Dia menjabat tanganku. Aku mengikut saja karena tersihir cinta Dan dia memperlihatkan selendang para bidadari di bawah kaki bukit "Ini yang namanya pelangi."  Aku melongok seperti sapi ompong. Kagum dan kaget oleh ciptaan Sang Gusti "Terimakasih ya mas." Aku melemparkan senyumku "Kesampaian ya sudah lihat pelangi? Sekarang wis mulih." ujarnya Sembari jalan pulang, aku menggamit tangannya dengan erat. Namanya Jaka.