diciptakan ada pria dan wanita. namanya Rena dan Kris. mereka selalu bersama, mungkin terikat hubungan batin antar alam tetapi mereka bukan kembar percayalah
Rena, yang sebenarnya anak kedua dari dua bersaudara sama seperti Kris yang rupanya anak kedua dari dua bersaudara.
Kenapa harus Rena? Inilah rahasia semesta. Mempertemukan mereka yang salah tegur sapa. Berlanjut terus karena kenal sama orang yang sama. Entah apa yang Rena dan Kris rasakan tapi ya begini adanya.
Dusseldorf, Januari 2015
Hari ini mungkin aku sudah lupa bahwa besok deadline makalahku di depan dosen pembimbing. Matahari belum tampak mengingat ini masih musim dingin. Roomateku, Rani, sudah me-reminder aku beberapa kali agar tertagih hutangku kepada dosen pembimbingku. Tapi rasanya malas bagiku untuk melakukan ini semua. Di sudut ruangan itu ada fotoku dan Ia. Waktu itu hari terakhir kami untuk bertemu, tidak banyak kata terucap. Batin cukup sakit pada waktu itu, hanya bunyi detak detak jam berputar.
"Ren, yakin mau ambil?"ujarnya
"Ya."kata ku simpel
"So, kita berpisah dong? harus ya, Ren?"ujarnya sedih
"Mau ga mau lah. Kenapa sih? Deh gini ya, aku tuh udah males ngomong sama kamu. tambah lama kita tambah geser bukan jadi sahabat deket. misi ya, aku mau ngurus dokumen final ke kedutaan."aku langsung menarik tasku dan memutuskan untuk mundur meninggalkannya.
Hanya itu yang aku ingat hari terakhir akan bertemu dengan sahabatku yang menjaga aku seperti menjaga dirinya sendiri. Aku benar-benar ingin melepaskan diriku darinya karena takut menimbulkan rasa yang dalam sedikit pun. Ku tahu sulit, tapi mau diapakan lagi?
Hari itu tiba, Semua sahabatku menghantarkanku malam itu di Soekarno Hatta. Perpisahan itu agak pilu mengingatkanku agar pulanglah secepatnya agar kita mampu bertemu. Malam itu agak dingin, aku berharap Ia datang mengucapkan sejenak dua jenak kata terakhir tetapi sampai aku akan masuk ke ruang tunggu Ia tetap tidak ada. Hatiku mengeras dan siap mengatakan aku akan membencinya sepanjang hidupku. Aku melupakannya dan sudah melupakannya hingga aku terlelap menuju Frankfurt dalam keadaan sendiri.
"WOY REN, LU KENAPA SIH? INGET LAGI SAMA DIA?"ujar Rani dengan teriak-teriak (I think Rani doesn't like my respond about this)
"Kampret lah, Ran. Kangen gue."ujarku melemas
"Lo gamau damai sama diri lo sendiri? lo suka ya sama dia?" mata Rani menatap tajam ke arahku
"Sialan lo, Ran. ya enggaklah. gue bener-bener ga suka dia. Tapi tiap kenangan dari dia selalu ada di hati gue. selalu kapanpun entah kapanpun gue ga akan lupa." dan aku menunduk
"Gue gatau kalau lo akan kayak gitu. Lo sakit karena kenangan dan gue cuma bisa bilang lo cari dulu yang cocok sama lo. btw, kakaknya kan di Jerman dia kan naksir berat sama lo kenapa lo ga balikan aja? dia udah call flat kita jir. nekat banget tuh anak kebangetan emang."
Sejenak aku membayangkan, apa aku harus mengambil keputusan itu? Kakiku refleks bergerak dan menuju telfon di depan tv.
Bandung, Januari 2015
"Kak? bisa jemput?" suara anak ini lagi gue males banget nanggepin
"Bisa, sayang. Tunggu ya 15 menit lagi. Aku lagi kelas. Bye." aku menutup telfonku
Sebenarnya gue agak males mengingat-ngingat kenapa harus gue tertahan di Bandung demi studi gue yang bentar lagi kelar. Gue disuruh bokap nyokap nyusulin mas gue yang terlalu "sempurna" buat ke Jerman dan gue cuma bisa iya iya doang.
Mengingat Jerman dan segala isinya, ada kisah sedih yang gue gatau ini sedih apa bukan. Gue jadi inget dia yang selalu ketawa setiap ketemu gue, dan nangis ala kadarnya meskipun nangisnya dia bikin gue mau meluk dia terus. Iya bener sih dia memutuskan tali persahabatan gue secara sepihak, bagi gue itu ga adil. Gue ga merasa apa-apa eh dia main mutusin doang kayak semua hukum ini dia yang buat dan cuma dia yang boleh bertindak menurut hukumnya dia. Tapi, WOY LIAT GUE DEH GUE JUGA MANUSIA JANGAN CUMA LO DOANG MANUSIA. Kalau gue boleh jujur, gue kangen dia.
"Ren, pikir lagi deh yakin mau ambil?" gue berusaha meyakinkannya. Iya Ren, gue cuma gamau kehilangan lo.
"Udah fix, lu aja ke Jerman. Aneh ya, dulu lu ngebet banget ke Jerman mau jadi seorang seniman. Eh malah gue yang dapet. Aneh ah." ujarnya
"Buat gue ga ada yang aneh kok. Lo pantes dapetinnya." sambil tersenyum pahit. Dibalas dengan delikan matanya yang tajam khas Cina peranakan ditambah darah Indianya
"Gausah gitu deh. Gue tau kok perjuangan lo dari titik 0 sampai sekarang. Buat gue lo itu role model gue." Dibalas dengan senyumannya. Iya senyum lo, Ren.
Sebenarnya gue mau jaga jarak sama dia karena alasan itu. Gue iri melihat keberhasilannya tapi tunggu sebentar, apa sahabat bisa iri? Gue manusia biasa wajarlah gue iri.
"Kak, Jangan melamun. Kenapa toh?" Ah dia. Pacar gue
"Ehmm.. Gak kenapa napa. Meratiin aja, sayang." Gue cubit pipinya karena gemas. Iya gemas.
"Inget mbak Rena, ya?" SKAKMAT, MAMPUS LO KRISTIAN
"Ih enggak apaan sih kamu. Aku cuma inget kamu aja, Dea." Iya sih gue kangen Rena.
"Jadi ke Jerman mas?" pertanyaannya sudah mulai serius
"Jadi, De. Kenapa? Dee mau ikut kah?"
"Mau." SIAL KENAPA GUE KENA
Jerman. Mimpi dimana gue dan seorang cewek yang idealis bernama Shareena Dvisagitha Lesmana menggantung. Gue hanya mau gue dan dia aja disana. Gue percaya bahwa gue bisa menjadi saudara yang sangat baik saling menjaga satu sama lain. Tapi? Siapa yang salah? Gue atau Rena ? Siapa yang memutuskan semuanya? Gue atau Rena? Pelan-pelan gue membenci Rena. Ren, coba lo tau gue sendiri ga ngerti betapa kompleksnya gue dan partikel gue di elu yang lo selipin dan seidealis lo. Kenapa sih? Lo apain gue, Ren? Gue sendiri gatau gue suka sama lo apa cuma sebagai teman atau mau lebih?
Dusseldorf pagi itu sudah cukup terang. Kenapa ya Kristian? Kenapa kita sejauh ini? Kenapa kita bisa menjauh? Kenapa aku idealis? Apa kamu bersekutu dengan Kant membuat ide baru? Apa kamu sudah mencoba -isme -isme yang lain sehingga aku mulai membencimu? Kenapa ribuan partikelmu membuat aku ingin marah. Kamu itu siapa sih menciptakan ide gila dan rumit yang menembus ruang angkasa kalau perlu menembus galaksi kita tinggal, Kristian Narendra Prajadiputra? Kenapa kamu bisa melakukan itu di mata aku? di hadapku? Atau kamu punya fungsi laten yang berbahaya buat aku atau untuk Krasdinta?
Sampai saat ini mereka berdua masih bergumul dengan partikel mereka.
Rena, yang sebenarnya anak kedua dari dua bersaudara sama seperti Kris yang rupanya anak kedua dari dua bersaudara.
Kenapa harus Rena? Inilah rahasia semesta. Mempertemukan mereka yang salah tegur sapa. Berlanjut terus karena kenal sama orang yang sama. Entah apa yang Rena dan Kris rasakan tapi ya begini adanya.
Dusseldorf, Januari 2015
Hari ini mungkin aku sudah lupa bahwa besok deadline makalahku di depan dosen pembimbing. Matahari belum tampak mengingat ini masih musim dingin. Roomateku, Rani, sudah me-reminder aku beberapa kali agar tertagih hutangku kepada dosen pembimbingku. Tapi rasanya malas bagiku untuk melakukan ini semua. Di sudut ruangan itu ada fotoku dan Ia. Waktu itu hari terakhir kami untuk bertemu, tidak banyak kata terucap. Batin cukup sakit pada waktu itu, hanya bunyi detak detak jam berputar.
"Ren, yakin mau ambil?"ujarnya
"Ya."kata ku simpel
"So, kita berpisah dong? harus ya, Ren?"ujarnya sedih
"Mau ga mau lah. Kenapa sih? Deh gini ya, aku tuh udah males ngomong sama kamu. tambah lama kita tambah geser bukan jadi sahabat deket. misi ya, aku mau ngurus dokumen final ke kedutaan."aku langsung menarik tasku dan memutuskan untuk mundur meninggalkannya.
Hanya itu yang aku ingat hari terakhir akan bertemu dengan sahabatku yang menjaga aku seperti menjaga dirinya sendiri. Aku benar-benar ingin melepaskan diriku darinya karena takut menimbulkan rasa yang dalam sedikit pun. Ku tahu sulit, tapi mau diapakan lagi?
Hari itu tiba, Semua sahabatku menghantarkanku malam itu di Soekarno Hatta. Perpisahan itu agak pilu mengingatkanku agar pulanglah secepatnya agar kita mampu bertemu. Malam itu agak dingin, aku berharap Ia datang mengucapkan sejenak dua jenak kata terakhir tetapi sampai aku akan masuk ke ruang tunggu Ia tetap tidak ada. Hatiku mengeras dan siap mengatakan aku akan membencinya sepanjang hidupku. Aku melupakannya dan sudah melupakannya hingga aku terlelap menuju Frankfurt dalam keadaan sendiri.
"WOY REN, LU KENAPA SIH? INGET LAGI SAMA DIA?"ujar Rani dengan teriak-teriak (I think Rani doesn't like my respond about this)
"Kampret lah, Ran. Kangen gue."ujarku melemas
"Lo gamau damai sama diri lo sendiri? lo suka ya sama dia?" mata Rani menatap tajam ke arahku
"Sialan lo, Ran. ya enggaklah. gue bener-bener ga suka dia. Tapi tiap kenangan dari dia selalu ada di hati gue. selalu kapanpun entah kapanpun gue ga akan lupa." dan aku menunduk
"Gue gatau kalau lo akan kayak gitu. Lo sakit karena kenangan dan gue cuma bisa bilang lo cari dulu yang cocok sama lo. btw, kakaknya kan di Jerman dia kan naksir berat sama lo kenapa lo ga balikan aja? dia udah call flat kita jir. nekat banget tuh anak kebangetan emang."
Sejenak aku membayangkan, apa aku harus mengambil keputusan itu? Kakiku refleks bergerak dan menuju telfon di depan tv.
Bandung, Januari 2015
"Kak? bisa jemput?" suara anak ini lagi gue males banget nanggepin
"Bisa, sayang. Tunggu ya 15 menit lagi. Aku lagi kelas. Bye." aku menutup telfonku
Sebenarnya gue agak males mengingat-ngingat kenapa harus gue tertahan di Bandung demi studi gue yang bentar lagi kelar. Gue disuruh bokap nyokap nyusulin mas gue yang terlalu "sempurna" buat ke Jerman dan gue cuma bisa iya iya doang.
Mengingat Jerman dan segala isinya, ada kisah sedih yang gue gatau ini sedih apa bukan. Gue jadi inget dia yang selalu ketawa setiap ketemu gue, dan nangis ala kadarnya meskipun nangisnya dia bikin gue mau meluk dia terus. Iya bener sih dia memutuskan tali persahabatan gue secara sepihak, bagi gue itu ga adil. Gue ga merasa apa-apa eh dia main mutusin doang kayak semua hukum ini dia yang buat dan cuma dia yang boleh bertindak menurut hukumnya dia. Tapi, WOY LIAT GUE DEH GUE JUGA MANUSIA JANGAN CUMA LO DOANG MANUSIA. Kalau gue boleh jujur, gue kangen dia.
"Ren, pikir lagi deh yakin mau ambil?" gue berusaha meyakinkannya. Iya Ren, gue cuma gamau kehilangan lo.
"Udah fix, lu aja ke Jerman. Aneh ya, dulu lu ngebet banget ke Jerman mau jadi seorang seniman. Eh malah gue yang dapet. Aneh ah." ujarnya
"Buat gue ga ada yang aneh kok. Lo pantes dapetinnya." sambil tersenyum pahit. Dibalas dengan delikan matanya yang tajam khas Cina peranakan ditambah darah Indianya
"Gausah gitu deh. Gue tau kok perjuangan lo dari titik 0 sampai sekarang. Buat gue lo itu role model gue." Dibalas dengan senyumannya. Iya senyum lo, Ren.
Sebenarnya gue mau jaga jarak sama dia karena alasan itu. Gue iri melihat keberhasilannya tapi tunggu sebentar, apa sahabat bisa iri? Gue manusia biasa wajarlah gue iri.
"Kak, Jangan melamun. Kenapa toh?" Ah dia. Pacar gue
"Ehmm.. Gak kenapa napa. Meratiin aja, sayang." Gue cubit pipinya karena gemas. Iya gemas.
"Inget mbak Rena, ya?" SKAKMAT, MAMPUS LO KRISTIAN
"Ih enggak apaan sih kamu. Aku cuma inget kamu aja, Dea." Iya sih gue kangen Rena.
"Jadi ke Jerman mas?" pertanyaannya sudah mulai serius
"Jadi, De. Kenapa? Dee mau ikut kah?"
"Mau." SIAL KENAPA GUE KENA
Jerman. Mimpi dimana gue dan seorang cewek yang idealis bernama Shareena Dvisagitha Lesmana menggantung. Gue hanya mau gue dan dia aja disana. Gue percaya bahwa gue bisa menjadi saudara yang sangat baik saling menjaga satu sama lain. Tapi? Siapa yang salah? Gue atau Rena ? Siapa yang memutuskan semuanya? Gue atau Rena? Pelan-pelan gue membenci Rena. Ren, coba lo tau gue sendiri ga ngerti betapa kompleksnya gue dan partikel gue di elu yang lo selipin dan seidealis lo. Kenapa sih? Lo apain gue, Ren? Gue sendiri gatau gue suka sama lo apa cuma sebagai teman atau mau lebih?
Dusseldorf pagi itu sudah cukup terang. Kenapa ya Kristian? Kenapa kita sejauh ini? Kenapa kita bisa menjauh? Kenapa aku idealis? Apa kamu bersekutu dengan Kant membuat ide baru? Apa kamu sudah mencoba -isme -isme yang lain sehingga aku mulai membencimu? Kenapa ribuan partikelmu membuat aku ingin marah. Kamu itu siapa sih menciptakan ide gila dan rumit yang menembus ruang angkasa kalau perlu menembus galaksi kita tinggal, Kristian Narendra Prajadiputra? Kenapa kamu bisa melakukan itu di mata aku? di hadapku? Atau kamu punya fungsi laten yang berbahaya buat aku atau untuk Krasdinta?
Sampai saat ini mereka berdua masih bergumul dengan partikel mereka.
Comments
Post a Comment